Dilansir dari laman detik news, Komnas Perempuan mencatat jumlah kasus kekerasan seksual pada Mei 2022-Desember 2023 mencapai 4.179 kasus. Laporan terbanyak diterima adalah Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE), diikuti oleh pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Kasus kekerasan seksual tidak mengenal umur ataupun jenis kelamin. Kasus ini dapat menjadi pengalaman traumatis yang meninggalkan dampak mendalam, baik secara fisik maupun psikologis. Banyak korban kekerasan seksual mengalami trauma yang berkepanjangan, serta gangguan sindrom yang dapat mengganggu aktivitas dan kehidupan mereka.
Memahami berbagai jenis trauma yang bisa muncul akibat kekerasan seksual adalah langkah penting untuk memberikan dukungan yang tepat. Berikut ini adalah beberapa jenis trauma yang umum terjadi dan patut diwaspadai:
Sindrom Trauma Pemerkosaan atau Rape Trauma Syndrome (RTS) yang merupakan respon alami seseorang terhadap trauma akibat pemerkosaan. Beberapa gejala yang sering dialami oleh penderita seperti mudah terkejut, merasa takut, dan cemas.
Gangguan fisik juga dapat muncul seperti sulit tidur, mual, sakit kepala, dan muntah. Bahkan, banyak korban pemerkosaan yang mengalami Hypoactive Sexual Desire Disorder, yaitu gangguan menurunnya hasrat seksual atau keengganan untuk melakukan hubungan seksual.
Post-Traumatic Stress Disorder adalah gangguan mental yang dapat terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis. Kondisi ini ditandai dengan perasaan takut, marah, bersalah, cemas, hingga kesedihan yang berlebihan. Trauma ini membuat penderitanya merasa terus-menerus dalam bahaya dan selalu waspada terhadap segala sesuatu, meskipun sebenarnya kemungkinan terjadinya ancaman tersebut sangat kecil.
Selain itu, PTSD dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya seperti gangguan makan, gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, dan penyalahgunaan zat. Trauma ini memiliki risiko yang cukup tinggi dan tidak mengenal usia berapapun. Serta dapat terjadi pada seseorang yang pernah mengalami kekerasan seksual.
Kekerasan seksual juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang, salah satu yang terburuk adalah perilaku seksual yang tidak sehat. Bahkan penderita dapat melukai diri sendiri dan mengonsumsi obat-obatan.
Selain itu, perubahan perilaku ini juga bisa menyebabkan disosiasi. Disosiasi adalah bentuk pertahanan yang digunakan oleh otak untuk menghadapi trauma kekerasan seksual. Trauma ini seringkali muncul dalam bentuk amnesia parsial, berpindah-pindah tempat dan memiliki identitas baru, hingga terbentuknya kepribadian ganda.
Kondisi ini adalah jenis trauma yang dapat segera dikenali. Ditandai dengan cedera atau kerusakan tubuh yang terjadi sebagai akibat langsung dari tindakan kekerasan seksual. Jenis trauma ini bisa bervariasi, tergantung pada tingkat kekerasan dan kondisi individu yang mengalaminya.
Meliputi luka pada area genital, memar dan lecet, patah tulang atau cedera otot, infeksi atau penyakit menular seksual (IMS), trauma internal, hingga kehamilan yang tidak diinginkan. Trauma fisik seringkali disertai dengan trauma emosional dan psikologis, yang memerlukan penangan medis dan dukungan psikologis.
Salah satu dampak psikologis yang sering muncul sebagai akibat dari kekerasan seksual adalah depresi.. Kondisi ini mempengaruhi kesehatan mental dan emosional korban. Hal ini seringkali disertai dengan perasaan menyalahkan diri sendiri dan emosi negatif, seperti kesedihan, kemarahan, dan putus asa. Jika dibiarkan tanpa penanganan, depresi ini bisa memburuk, terutama jika tidak mendapatkan pengobatan yang sesuai.
Menangani trauma akibat kekerasan seksual memerlukan pendekatan yang menyeluruh dan dukungan yang tepat. Beberapa langkah yang dapat membantu dalam proses penyembuhan seperti:
Mencari bantuan profesional (terapi psikologis dan konseling trauma)
Dukungan sosial
Perawatan medis (pengobatan dan pemeriksaan kesehatan)
Mengembangkan keterampilan coping (relaksasi diri dan aktivitas positif)
Memberikan waktu untuk penyembuhan
Menjaga kesehatan mental dan fisik
Menghindari pemicu
Mencari bantuan hukum (konsultasi hukum)
Penyembuhan dari trauma akibat kekerasan seksual adalah proses yang memerlukan waktu dan kesabaran. Dengan dukungan yang tepat dan strategi penanganan yang efektif, individu dapat mulai mengatasi dampak trauma dan memulihkan dirinya. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami pengalaman kekerasan seksual dan muncul tanda-tanda trauma seperti diatas, mencari bantuan dan dukungan profesional adalah langkah pertama yang penting.
Kami, Satu Visi Corp menawarkan pengetahuan dan pelatihan eksklusif di bidang pemulihan batin dan kesehatan secara profesional, untuk mengembangkan karir profesional di bidang tersebut secara berkelanjutan. Akses: https://satuvisicorp.com/ ataupun media sosial official @teduhplace di Instagram. Dapatkan manfaat lainnya hanya disini!
(Photo by Anthony Tran on Unsplash)